MAKALAH
BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN
TEORI
BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
Dosen Pembimbing: Dr.
Sutirjo
Oleh
Kelas : D
Shouki Nurfarid Alhadi
(44)
Novan Khoirul (40)
Heriyono (30)
JURUSAN PENDIDIKAN
JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS PENDIDIKAN
ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
IKIP BUDI UTOMO MALANG
2011
KATA PENGANTAR
Puji
syukur yang dalam penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaiakan makalah
ini sesuai yang diharapkan.
Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulallah SAW, yang telah membawa
kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran
Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi IKIP BUDI UTOMO MALANG.
Pembuatan makalah ini diperlukan supaya penulis dan pembaca dapat memahami dan
mengkaji tentang Teori Belajar konstruktivistik.
Dalam
proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan,
koreksi, dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang dalam kami sampaikan
kepada:
·
Bapak Sutirjo yang
telah membimbing kami dalam mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
·
Rekan – Rekan mahasiswa
yang telah memberikan masukan untuk makalah ini.
Penyusun sadar bahwa dirinya hanya
manusia biasa yang pasti mempunyai banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu
penyusun mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi pengembangn
makalah ini selanjutnya. Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.
Malang,
29 mei 2011
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…….…………………………………………………………..……………...……i
Daftar
Isi……….……………………………………………………….........................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang…………………………….………………….………….…………...………1
1.2 Rumusan
Masalah………………………….…………….……………………………...……1
1.3 Tujuan
Permasalahan…………………………………..…………………..…………………2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dan Aspek-Aspek Kontruktivistik..........................................................................3
2.2
Proses Belajar Menurut Teori
Konstruktiivistik.......................................................................5
2.3
Pembelajaran
Konstruktivistik Dianggap Mampu Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional.…………………………………….………....……........…......................................7
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan…………………………….……….………………………………………….....9
3.2. Saran-Saran………………….……………………..………………………………………....9
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………...……………………………….…10
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Pembelajaran
merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang sangat
kompleks untuk
mencari dan menerima suatu ilmu pengetahuan.
Tujuan pembelajaran akan tercapai jika penerapan pembelajaran sesuai dengan
kondisi peserta didik yang beragam.
Sedangkan, pembelajaran memiliki banyak metode belajar.
Salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang tepat
adalah teori belajar konstruktivistik.
Teori belajar kontruktivistik
mengungkapkan bahwa pengetahuan
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.
Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata
lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan
berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Teori
belajar konstruktivistik merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses dan
lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide peserta didik. Teori ini juga
memandang kebebasan sebagai penentu keberhasilan belajar. Pengetahuan menurut
teori konstruktivistik bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang
dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek,
pengalaman, maupun lingkungannya. Sehingga dalam upaya membangun sumber daya
manusia di masa depan yang peka, mandiri, dan tanggung jawab serta memiliki
potensi yang tinggi bisa tercapai. Dengan kata lain, pendidikan ditantang untuk
memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki
karakteristik sesuai harapan.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah yang ingin akan dibahas dalam pembuatan makalah ini, yaitu
sebagai berikut:
1)
Apakah yang disebut
teori belajar kontruktivistik?
2)
Siapakah aspek-aspek teori belajar kontruktivistik?
3)
Bagaimanakah proses
belajar menurut teori belajar kontruktivistik?
4)
Mengapa pembelajaran
konstruktivistik dianggap mampu dalam peningkatan mutu pendidikan nasional?
1.3
Tujuan
Permasalahan
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai
dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1)
Memenuhi tugas yang
diberikan pada mata kuliah belajar dan pembelajaran.
2)
Sebagai bentuk
pengetahuan mengenai teori belajar konstruktivistik.
3)
Menjelaskan pengertian
dan aspek-aspek pembelajaran konstruktivistik.
4)
Menjelaskan proses
belajar menurut teori belajar konstruktivistik.
5)
Menjelaskan alasan
pembelajaran konstruktivistik dianggap mampu dalam peningkatan mutu pendidikan
nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dan Aspek-Aspek
Kontruktivistik
Pembelajaran konstruktivistik merupakan
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses
belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya
dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa
menjadi lebih kreatif, aktif,
dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Oleh
karena itu pembelajaran ini dianggap dan diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan nasional saat ini.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker
(1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivistik sebagai berikut.
Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan
dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat
di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori
belajar konstruktivistik.
Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif
oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan
membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan
bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan
sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya.
Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih
mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah
diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang
baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya
proses belajar tersebut. Selain
penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivistik, Hanbury (1996: 3)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
1)
Siswa
mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
2)
Pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
3)
Strategi
siswa lebih bernilai.
4)
Siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya.
Dalam
upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivistik, Tytler (1996: 20)
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai
berikut:
1)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri
2)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi
lebih kreatif dan imajinatif.
3)
Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4)
Memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
5)
Mendorong
siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6)
Lingkungan
belajar yang kondusif.
Selain
itu Slavin menyebutkan strategi-strategi belajar pada teori konstruktivistik adalah top-down
processing (siswa belajar
dimulai dengan masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan
ketrampilan yang dibutuhkan),
cooperative learning (strategi
yang digunakan untuk proses belajar, agar siswa lebih mudah dalam menghadapi
problem yang dihadapi),
dan generative learning (strategi
yang menekankan pada integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang
baru diperoleh dengan skemata).
Dari
beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu
kepada teori belajar konstruktivistik
lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka. Dalam proses belajarnya pun,
siswa
diberi kesempatan untuk mengemukakan
gagasannya dengan bahasanya
sendiri untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih
kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif. Bukan menjadi kepauhan siswa
dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.
Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri
pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Belajar
dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas
kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata
lingkungan agar peserta didik atau siswa termotivasi dalam menggali makna serta
menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka siswa akan memiliki pemahaman
yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif
yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Selanjutnya beberapa
aspek konstruktivistik menurut Fornot adalah sebagai berikut:
1)
Adaptasi
(adaptation).
2)
Konsep
pada lingkungan (the concept of envieronmet).
3)
Pembentukan
makna (the construction of meaning).
Dari
ketiga aspek tersebut, J.
Piaget memperbaruinya, yaitu adaptasi terhadap
lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam
pikirannya. Proses asimilasi akan terus berjalan dan tidak akan menyebabkan
perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Karena
asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru.
Sedangkan akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu. Penyebabnya
dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman barunya dengan skemata yang telah dipunyai, karena
pengalaman barunya sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Karena bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan.
Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Karena bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan.
2.2 Proses Belajar Menurut Teori
Konstruktiivistik
Proses
belajar sangat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan peserta didik,
karena pengetahuan yang telah diperoleh dan dimiliki seseorang akan membentuk
suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya. Pada bagian ini akan membahas
proses belajar dari pandangan konstruktivistik, baik dari aspek-aspek
si-belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1)
Proses belajar
konstruktivistik,
Menurut paham konstruktivisme, manusia membangun atau menciptakan pengetahuan
dengan cara mencoba, memberi arti pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya.
Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila
dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses
belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam
kegiatan belajar mengajar.
Pengelolaan
pembelajaran konstruktivistik harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam
memperoleh gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan
belajarnya bahkan pada prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem
penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya. Karena ibaratnya
siswa lahir dengan pengetahuan masih kosong, mencoba melakukan interaksi dengan
orang lain dan lingkungan sehingga siswa mendapat pengetahuan awal yang
diproses dari pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2)
Peranan Siswa
(Si-belajar),
Menurut teori konstruktivistik, belajar adalah proses pemaknaan atau penyusunan
pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta
interpretasi. Proses tersebut harus dilakukan oleh siswa (Si-belajar), karena
pembelajaran konstruktivistik lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan
atau pandangan si belajar. Sehingga siswa bisa memiliki pemahaman yang berbeda
terhadap pengetahuan yang dipelajari. Dalam pembelajaran konstruktivistik,
siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasilitator. Akan tetapi kadang
guru harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan agar terbentuk proses
belajar yang optimal sehingga siswa termotivasi untuk belajar dan menggali
informasi. Namun pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala
belajar adalah niat belajar dari siswa itu sendiri. Dengan kata lain, bahwa
pada dasarnya hakekat kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
3)
Peranan Guru, dalam
proses belajar konstruktivistik, guru atau pendidik berperan sebagai
fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan
proses pengkonstruksian pengetahuan berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan
pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi dituntut untuk memahami jalan
pikiran aatau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
Peranan
utama guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
a)
Menumbuhkan kemandirian
pada siswa dengan memberikan kesempatan untuk bertindak dan mengambil keputusan.
b)
Meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan siswa agar dapat melakukan sesuatunya dengan baik.
c)
Memberikan kemudahan
dalam belajar dengan menyediakan fasilitas yang mendukung dan memberi peluang
yang optimal bagi siswa.
Sarana
belajar pusat kegiatan
pembelajaran konstruktivistik adalah siswa. Dalam proses belajar, siswa
berusaha menggali dan membentuk pengetahuannya sendiri serta bebas dalam
mengungkapkan pendapat dan pemikirannya. Sehingga segala sesuatu seperti bahan,
media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu
proses belajar tersebut. Dengan demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih
untuk berpikir sendiri, mandiri, kritis, kreatif dan mampu bertanggung jawab.
4)
Evaluasi belajar, lingkungan
belajar dimana kegiatan belajar dilaksanakan sangat mendukung munculnya
berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas. Sedangkan menurut
pandangan konstruktivistik, realitas ada pada pikiran seseorang, sehingga
manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalaman dan
pengetahuannya sendiri.
Pandangan
konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk
mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi yang digunakan
untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif
bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Evaluasi merupakan bagian utuh dari
belajar dan menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok. Bentuk-bentuk
evaluasi ini dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, tugas-tugas yang
menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari
dalam konteks nyata serta mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses
berpikir yang lebih tinggi dan mengkonstruksi pengalaman siswa dan
mengarahkannya pada konteks yang lebih luas.
2.3 Pembelajaran
Konstruktivistik Dianggap Mampu Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional.
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti
kegiatan belajar yang sesungguhnya. Kegiatan pembelajaran yang selama ini
berlangsung (teori behavioristik), banyak didominasi oleh guru. Pengajarannya
didasarkan pada gagasan atau konsep-konsep yang sudah dianggap pasti atau baku.
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan ceramah dan banyak menggantungkan
buku teks. Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi di antara siswa
terhadap fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangkan, sehingga siswa belajar
dalam isolasi yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi
buku tugasnya setiap hari.
Berbeda dengan bentuk pembelajaran di atas, pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Pendekatan ini lebih luas dan sukar untuk dipahami, karena melihat apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan dan ditunjukkan. Selain itu ada beberapa hal yang mendapat perhatian dari pembelajaran konstruktivistik, yaitu :
Berbeda dengan bentuk pembelajaran di atas, pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Pendekatan ini lebih luas dan sukar untuk dipahami, karena melihat apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan dan ditunjukkan. Selain itu ada beberapa hal yang mendapat perhatian dari pembelajaran konstruktivistik, yaitu :
a)
Mengutamakan
pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan.
b)
Mengutamakan
proses.
c)
Menanamkan
pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial.
d)
Pembelajaran
dilakukan dalam upaya mengonstruksi pengalaman.
Pembelajaran
konstruktivistik memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pembelajaran
yang lain, diantaranya :
1)
Tujuan pembelajaran
ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
2)
Penyajian isi
menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna.
3)
Pembelajaran lebih
banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan peserta didik atau siswa.
4)
Aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada
keterampilan berpikir kritis.
5)
Pembelajaran menekankan
pada proses.
Konstruktivistik merupakan pembelajaran
yang menganut ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan artinya peserta
didik harus bebas. Karena kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan
belajar, akan tetapi siswa sebagai subjek harus mampu menggunakan kebebasan
untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Sehingga teori konstruktivistik
diharapkan mampu membuat manusia masa depan yang berkarakter, yaitu manusia
yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam
mengambil keputusan, dan mampu mengembangkan segenap potensi yang ada pada
dirinya.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pembelajaran konstruktivistik merupakan
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali
pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Menurut Fornot, Konstruktivistik memiliki
aspek sebagai berikut:
1)
Adaptasi (adaptation).
2)
Konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet).
3)
Pembentukan makna (the construction of meaning).
Dari ketiga aspek tersebut, J. Piaget memperbaruinya, yaitu adaptasi
terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam pembelajaran
konstruktivistik dibutuhkan peranan siswa, guru, penyediaan sarana
belajar yang baik serta evaluasi untuk mencapai hasil yang maksimal.
Pembelajaran konstruktivistik memiliki
beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pembelajaran yang lain, diantaranya
:
1)
Tujuan pembelajaran
ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
2)
Penyajian isi
menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna.
3)
Pembelajaran lebih
banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan peserta didik atau
siswa.
4)
Aktivitas belajar lebih
banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada
keterampilan berpikir kritis.
5)
Pembelajaran menekankan
pada proses.
3.2
Saran-saran
Dalam pembelajaran kontruktivistik, kita dapat memberi kesempatan
kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri. sehingga siswa menjadi
lebih kreatif, aktif,
dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiningsih, asri. 2005. Belajar dan
pembelajaran. jakarta: PT Rineka Cipta
0 komentar: