Friday 24 March 2017

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN - TEORI BELAJAR KONTRUKTIVISTIK

MAKALAH
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK





Dosen Pembimbing: Dr. Sutirjo

Oleh Kelas : D
Shouki Nurfarid Alhadi (44)
Novan Khoirul (40)
Heriyono (30)

JURUSAN PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
IKIP BUDI UTOMO MALANG

2011




KATA PENGANTAR

            Puji syukur yang dalam penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaiakan makalah ini sesuai yang diharapkan.
            Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulallah SAW, yang telah membawa kita dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
            Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi IKIP BUDI UTOMO MALANG. Pembuatan makalah ini diperlukan supaya penulis dan pembaca dapat memahami dan mengkaji tentang Teori Belajar konstruktivistik.
            Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, dan saran. Untuk itu rasa terima kasih yang dalam kami sampaikan kepada:
·         Bapak Sutirjo yang telah membimbing kami dalam mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
·         Rekan – Rekan mahasiswa yang telah memberikan masukan untuk makalah ini.
Penyusun sadar bahwa dirinya hanya manusia biasa yang pasti mempunyai banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi pengembangn makalah ini selanjutnya. Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.


                                                                                                         Malang, 29 mei 2011
                                                                           

                                                                                                             Penyusun,

DAFTAR ISI


Kata Pengantar…….…………………………………………………………..……………...……i
Daftar Isi……….……………………………………………………….........................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang…………………………….………………….………….…………...………1
1.2    Rumusan Masalah………………………….…………….……………………………...……1
1.3    Tujuan Permasalahan…………………………………..…………………..…………………2

BAB II PEMBAHASAN
2.1    Pengertian dan Aspek-Aspek Kontruktivistik..........................................................................3
2.2    Proses Belajar Menurut Teori Konstruktiivistik.......................................................................5
2.3    Pembelajaran Konstruktivistik Dianggap Mampu Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional.…………………………………….………....……..............................................7

BAB III PENUTUP
3.1.  Kesimpulan…………………………….……….………………………………………….....9
3.2.  Saran-Saran………………….……………………..………………………………………....9

DAFTAR PUSTAKA………………………………………...……………………………….…10




BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang sangat kompleks untuk mencari dan menerima suatu ilmu pengetahuan. Tujuan pembelajaran akan tercapai jika penerapan pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik yang beragam. Sedangkan, pembelajaran memiliki banyak metode belajar. Salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang tepat adalah teori belajar konstruktivistik.
Teori belajar kontruktivistik mengungkapkan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
 Teori belajar konstruktivistik merupakan pembelajaran yang menekankan pada proses dan lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide peserta didik. Teori ini juga memandang kebebasan sebagai penentu keberhasilan belajar. Pengetahuan menurut teori konstruktivistik bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Sehingga dalam upaya membangun sumber daya manusia di masa depan yang peka, mandiri, dan tanggung jawab serta memiliki potensi yang tinggi bisa tercapai. Dengan kata lain, pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik sesuai harapan.
1.2         Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang ingin akan dibahas dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1)             Apakah yang disebut teori belajar kontruktivistik?
2)             Siapakah aspek-aspek teori belajar kontruktivistik?
3)             Bagaimanakah proses belajar menurut teori belajar kontruktivistik?
4)             Mengapa pembelajaran konstruktivistik dianggap mampu dalam peningkatan mutu pendidikan nasional?
1.3         Tujuan Permasalahan
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1)             Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah belajar dan pembelajaran.
2)             Sebagai bentuk pengetahuan mengenai teori belajar konstruktivistik.
3)             Menjelaskan pengertian dan aspek-aspek pembelajaran konstruktivistik.
4)             Menjelaskan proses belajar menurut teori belajar konstruktivistik.
5)             Menjelaskan alasan pembelajaran konstruktivistik dianggap mampu dalam peningkatan mutu pendidikan nasional.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian dan Aspek-Aspek Kontruktivistik
Pembelajaran konstruktivistik merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif, aktif, dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Oleh karena itu pembelajaran ini dianggap dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional saat ini.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivistik sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstruktivistik. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivistik, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu:
1)             Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki.
2)             Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti.
3)             Strategi siswa lebih bernilai.
4)             Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivistik, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1)             Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri
2)             Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
3)             Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4)             Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
5)             Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6)             Lingkungan belajar yang kondusif.
Selain itu Slavin menyebutkan strategi-strategi belajar pada teori konstruktivistik adalah top-down processing  (siswa belajar dimulai dengan masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan ketrampilan yang dibutuhkan), cooperative learning (strategi yang digunakan untuk proses belajar, agar siswa lebih mudah dalam menghadapi problem yang dihadapi), dan generative learning (strategi yang menekankan pada integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata).
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivistik lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Dalam proses belajarnya pun, siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasanya sendiri untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Bukan menjadi kepauhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar peserta didik atau siswa termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka siswa akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. Selanjutnya beberapa aspek konstruktivistik menurut Fornot adalah sebagai berikut:
1)             Adaptasi (adaptation).
2)             Konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet).
3)             Pembentukan makna (the construction of meaning).
          Dari ketiga aspek tersebut, J. Piaget memperbaruinya, yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Proses asimilasi akan terus berjalan dan tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Karena asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru. Sedangkan akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Penyebabnya dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman barunya dengan skemata yang telah dipunyai, karena pengalaman barunya sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Karena bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan
.
2.2     Proses Belajar Menurut Teori Konstruktiivistik
          Proses belajar sangat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan peserta didik, karena pengetahuan yang telah diperoleh dan dimiliki seseorang akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya. Pada bagian ini akan membahas proses belajar dari pandangan konstruktivistik, baik dari aspek-aspek si-belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1)             Proses belajar konstruktivistik, Menurut paham konstruktivisme, manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba, memberi arti pada pengetahuan sesuai dengan pengalamannya. Esensi dari teori konstruktivistik adalah siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Sehingga dalam proses belajar, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka dengan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.
          Pengelolaan pembelajaran konstruktivistik harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memperoleh gagasannya, bukan semata-mata pada pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada prestasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai, ijazah, dan sebagainya. Karena ibaratnya siswa lahir dengan pengetahuan masih kosong, mencoba melakukan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sehingga siswa mendapat pengetahuan awal yang diproses dari pengalaman belajar untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2)             Peranan Siswa (Si-belajar), Menurut teori konstruktivistik, belajar adalah proses pemaknaan atau penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Proses tersebut harus dilakukan oleh siswa (Si-belajar), karena pembelajaran konstruktivistik lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan si belajar. Sehingga siswa bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari. Dalam pembelajaran konstruktivistik, siswa menjadi pusat kegiatan dan guru sebagai fasilitator. Akan tetapi kadang guru harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan agar terbentuk proses belajar yang optimal sehingga siswa termotivasi untuk belajar dan menggali informasi. Namun pada akhirnya yang paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar dari siswa itu sendiri. Dengan kata lain, bahwa pada dasarnya hakekat kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa.
3)             Peranan Guru, dalam proses belajar konstruktivistik, guru atau pendidik berperan sebagai fasilitator artinya membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri dan proses pengkonstruksian pengetahuan berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang dimilikinya pada siswa tetapi dituntut untuk memahami jalan pikiran aatau cara pandang setiap siswa dalam belajar.
          Peranan utama guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian, yang meliputi:
a)             Menumbuhkan kemandirian pada siswa dengan memberikan kesempatan untuk bertindak dan mengambil keputusan.
b)             Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siswa agar dapat melakukan sesuatunya dengan baik.
c)             Memberikan kemudahan dalam belajar dengan menyediakan fasilitas yang mendukung dan memberi peluang yang optimal bagi siswa.
          Sarana belajar pusat kegiatan pembelajaran konstruktivistik adalah siswa. Dalam proses belajar, siswa berusaha menggali dan membentuk pengetahuannya sendiri serta bebas dalam mengungkapkan pendapat dan pemikirannya. Sehingga segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu proses belajar tersebut. Dengan demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, mandiri, kritis, kreatif dan mampu bertanggung jawab.
4)             Evaluasi belajar, lingkungan belajar dimana kegiatan belajar dilaksanakan sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas. Sedangkan menurut pandangan konstruktivistik, realitas ada pada pikiran seseorang, sehingga manusia mengkonstruksi dan menginterpretasikannya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya sendiri.
          Pandangan konstruktivistik menggunakan goal-free evaluation, yaitu suatu konstruksi untuk mengatasi kelemahan evaluasi pada tujuan spesifik. Evaluasi yang digunakan untuk menilai hasil belajar konstruktivistik, memerlukan proses pengalaman kognitif bagi tujuan-tujuan konstruktivistik. Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dan menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok. Bentuk-bentuk evaluasi ini dapat diarahkan pada tugas-tugas autentik, tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata serta mengkonstruksi pengetahuan yang menggambarkan proses berpikir yang lebih tinggi dan mengkonstruksi pengalaman siswa dan mengarahkannya pada konteks yang lebih luas.

2.3     Pembelajaran Konstruktivistik Dianggap Mampu Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional.
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung (teori behavioristik), banyak didominasi oleh guru. Pengajarannya didasarkan pada gagasan atau konsep-konsep yang sudah dianggap pasti atau baku. Guru menyampaikan materi pelajaran dengan ceramah dan banyak menggantungkan buku teks. Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi di antara siswa terhadap fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangkan, sehingga siswa belajar dalam isolasi yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari.
Berbeda dengan bentuk pembelajaran di atas, pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan mentransformasi informasi baru. Pendekatan ini lebih luas dan sukar untuk dipahami, karena melihat apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan dan ditunjukkan. Selain itu ada beberapa hal yang mendapat perhatian dari pembelajaran konstruktivistik, yaitu :
a)            Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan.
b)           Mengutamakan proses.
c)            Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial.
d)           Pembelajaran dilakukan dalam upaya mengonstruksi pengalaman.
Pembelajaran konstruktivistik memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pembelajaran yang lain, diantaranya :
1)           Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
2)           Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna.
3)           Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan peserta didik atau siswa.
4)           Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.
5)           Pembelajaran menekankan pada proses.
Konstruktivistik merupakan pembelajaran yang menganut ketidakteraturan, ketidakpastian, kesemrawutan artinya peserta didik harus bebas. Karena kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar, akan tetapi siswa sebagai subjek harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Sehingga teori konstruktivistik diharapkan mampu membuat manusia masa depan yang berkarakter, yaitu manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, dan mampu mengembangkan segenap potensi yang ada pada dirinya.


BAB III
PENUTUP

3.1         Kesimpulan
Pembelajaran konstruktivistik merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman.         Menurut Fornot, Konstruktivistik memiliki aspek sebagai berikut:
1)             Adaptasi (adaptation).
2)             Konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet).
3)             Pembentukan makna (the construction of meaning).
   Dari ketiga aspek tersebut, J. Piaget memperbaruinya, yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam pembelajaran konstruktivistik dibutuhkan peranan siswa, guru, penyediaan sarana belajar yang baik serta evaluasi untuk mencapai hasil yang maksimal.
Pembelajaran konstruktivistik memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan pembelajaran yang lain, diantaranya :
1)             Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
2)             Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna.
3)             Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan peserta didik atau siswa.
4)             Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berpikir kritis.
5)             Pembelajaran menekankan pada proses.
3.2         Saran-saran
Dalam pembelajaran kontruktivistik, kita dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri. sehingga siswa menjadi lebih kreatif, aktif, dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.


DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, asri. 2005. Belajar dan pembelajaran. jakarta: PT Rineka Cipta
banner
Previous Post
Next Post

0 komentar:

Blog Archive

Advertising