Thursday 9 November 2017

Hati-hati! Membuat dan Menyebarkan Hoax itu Dosa

Sub Judul : Anti Hoax Sang Pendidik
Karya : Shouki Nurfarid A.H
#antihoax #marimas #pgrijateng
Fenomena berita palsu bukanlah hal yang baru dalam kehidupan ini. Dalam sejarah, sudah ribuan tahun yang lalu berita palsu atau berita bohong telah meracuni kehidupan manusia. Seperti kisah Nabi Yusuf alaihissalam, yaitu ketika saudara-saudara Nabi Yusuf alaihissalam yang lebih besar memasukkan Nabi Yusuf alaihissalam ke dalam sumur agar ditemukan khafilah dan dijual sebagai budak. Perbuatan saudara-saudara Nabi Yusuf alaihissalam tersebut disebabkan karena kedengkiannya terhadap Nabi Yusuf alaihissalam yang dianugerahi kenikmatan. Kemudian, saudara-saudara Nabi Yusuf alaihissalam membuat berita bohong kepada ayahnya Nabi Ya’qub alaihissalam bahwa Nabi Yusuf alaihissalam dimakan serigala. Dari kisah tersebut, berita bohong pada zaman dahulu menyebar dari satu orang atau kelompok ke orang atau kelompok lain. Sedangkan, berita bohong pada zaman ini sangat mudah menyebar seiring dengan kemajuan teknologi. Hanya dengan satu klik saja, setiap orang bisa menyebarkan berita bohong kepada pembaca yang jumlahnya tak terhingga. Tujuan membuat atau menyebarkan berita bohong pun sangat bervariasi, ada yang hanya mencari sensasi hingga menjadi sarana provokasi dan fitnah yang keji.

Belakangan ini, berita palsu atau berita bohong lebih dikenal dengan istilah hoax. Kata “hoax” berasal dari bahasa Inggris yang memiliki arti “berita palsu atau berita bohong”. Sedangkan menurut Wikipedia, hoax adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa hoax adalah berita bohong yang sengaja disajikan seperti kebenaran. Oleh sebab itu, membuat hoax atau menyebarkan hoax adalah perbuatan yang tercela, karena dapat menjerumuskan orang lain kepada pemahaman yang sesat dan salah. Perlu disadari, setiap perbuatan yang tercela itu mengandung dosa. Dan bagi orang yang beragama, setiap dosa akan mendapatkan azab neraka jika tidak bertaubat. Maka, berhati-hatilah dalam membuat dan menyebarkan berita atau informasi.

Setiap hari masyarakat Indonesia mendapatkan berita atau informasi, baik dari orang lain secara langsung atau melalui berbagai media massa, seperti media cetak, media elektronik, media sosial atau media online serta pesan elektronik. Semua sumber berita memiliki kemungkinan menyebarkan hoax. Kemungkinan tersebut tidak seharusnya membuat masyarakat takut untuk mengkonsumsi berita. Hanya saja, masyarakat diharapkan mampu mengidentifikasi berita terlebih dahulu sebelum dikonsumsi dan disebarkan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kejelasan status berita yang faktual atau hoax. Berikut ini adalah langkah-langkah untuk mengidentifikasi berita atau informasi :
(1) Mengenali sumber berita
Mengenali sumber berita adalah tindakan mengetahui siapa yang menyebarkan berita. Sumber berita bisa berupa nama orang, channel televisi, nama koran, maupun alamat website. Sumber berita dapat menjadi daya tarik masyarakat untuk mencari dan mengetahui berita. Bahkan, sebagian orang memiliki sumber berita yang menjadi favorit. Sebagai contoh, ada masyarakat yang menjadikan koran A sebagai langganan berita harian, ada juga masyarakat yang setiap pagi melihat berita pada channel televisi B, selain itu beberapa masyarakat ada yang gemar berkunjung ke website C untuk mencari berita. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa sumber berita dapat menjadi modal awal kepercayaan masyarakat terhadap berita yang disampaikan.
Setiap berita harus berasal dari sumber yang jelas dan terkenal jujur dalam menyampaikan berita. Selain itu, ada juga berita yang berasal dari sumber yang jelas, tetapi sumber tersebut pernah memberitakan hoax. Hal ini membutuhkan kehati-hatian dalam mempercayai isi berita dari sumber tersebut. Disisi lain, banyak sekali berita yang tidak jelas sumbernya atau memberi sumber palsu. Kejadian tersebut mudah terjadi dalam media sosial atau media online, dan dapat tersebar cepat dalam aplikasi pesan elektronik seperti BBM, whatsapp, telegram, line dan lain-lain. Lebih utama mengabaikan berita yang tidak jelas sumbernya, sebelum mengetahui berita tersebut faktual. Sebab, seandainya berita itu hoax, kemungkinan besar tidak ada yang bertanggungjawab atas berita tersebut. (2) Mengenali isi berita
Setelah mengenali sumber berita, langkah selanjutnya adalah mengenali isi berita. Berita memiliki bagian inti yang menjadi isi di dalam berita. Dengan mengenali isi berita, masyarakat dapat mengetahui berita yang mengandung fakta, opini atau hoax. Berita yang mengandung fakta harus berasal dari peristiwa nyata dan memiliki unsur 5 W 1 H (What, Where, Who, When, Why dan How / apa, dimana, siapa, kapan, mengapa dan bagaimana). Selain itu, berita yang disampaikan dapat dipertanggungjawabkan, mengandung kaidah keilmuan dan masuk akal.
Selain fakta, opini juga sering muncul dalam berita. Opini adalah pendapat, ide atau pikiran seseorang untuk menjelaskan sesuatu yang belum mendapatkan kepastian dalam berita. Kebenaran opini bersifat relatif, opini bisa menjadi benar jika ide atau pemahaman sejalan dengan fakta dikemudian hari. Opini boleh masuk dalam berita dengan syarat berasal dari narasumber yang berkompeten dan terkait dengan berita. Seperti contoh berita kebakaran rumah yang belum jelas penyebab kebakaran, yang berhak memberikan opini adalah pemilik rumah yang berpendapat bahwa kebakaran disebabkan karena korsleting listrik.
Fakta dan opini adalah dua hal yang saling mendukung dalam berita dengan tujuan menyajikan berita yang faktual, jelas, lengkap, berimbang serta menarik. Berita yang tidak mengandung unsur 5 W 1 H, dapat disebut berita yang tidak faktual atau hoax. Selain itu, hoax tidak memiliki narasumber yang jelas dalam menyampaikan berita. Hoax juga tidak memiliki kaidah keilmuan yang baik, cenderung tidak masuk akal, provokatif dan tidak berimbang. Sebagai contoh ada artikel yang sempat heboh di media sosial, yang memberitakan tentang “Makan Udang dengan Vitamin C Menyebabkan Kematian”. Setelah diidentifikasi, berita tersebut tidak mengandung unsur 5 W 1 H yang menjelaskan peristiwa nyata dengan jelas. Berita tersebut terlihat mencatut sumber yang dapat menggiring bahwa berita itu benar. Padahal, tidak ditemukan berita tersebut dalam website resmi sumber yang dicatut. Berita tersebut juga menunjukkan kecenderungan tidak masuk akal, karena tidak disertai dengan kaidah keilmuan yang lengkap dan jelas. Maka, bisa disimpulkan bahwa berita tersebut adalah hoax.
(3) Mencari klarifikasi berita
Sebenarnya, mengenali sumber dan isi berita sudah cukup untuk menyimpulkan berita itu faktual atau hoax. Akan tetapi, hal tersebut belum mampu menyingkap kebenaran di balik hoax. Salah satu jalan untuk menemukan kebenaran dibalik hoax adalah dengan mencari klarifikasi berita. Mencari klarifikasi berita adalah perbuatan mencari penjernihan atau mengembalikan berita hoax kepada yang sebenarnya. Selain itu, mencari klarifikasi berita sangat efektif dalam membantah hoax yang berisi berita fiksi dan mengandung fitnahan. Sebagai contoh, beberapa bulan yang lalu penulis mendapatkan informasi dari teman melalui whatsapp tentang “Wabah Pengerasan Otak, Diabetes dan Pengerasan Sumsum Tulang Belakang melalui Minuman yang Mengandung Aspartam”. Dalam informasi tersebut, tertulis Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang digambarkan sebagai pembuat informasi. Ketika mendapatkan informasi tersebut, penulis hanya mengabaikan serta tidak menyebarkan informasi tersebut karena belum mengetahui kebenarannya. Selanjutnya, penulis mencari klarifikasi informasi tersebut melalui website resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yaitu www.idionline.org. Hasilnya, penulis mendapatkan bantahan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tidak pernah mengeluarkan pernyataan melalui lisan atau pesan tentang bahaya aspartam. Selain itu, dalam www.idionline.org, terdapat informasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa aspartam yang terkandung dalam beberapa minuman dikategorikan aman. BPOM juga menyatakan bahwa batas penggunaan aspartam dalam makanan dan minuman diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Setelah mendapatkan klarifikasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), penulis langsung menghapus informasi hoax tersebut sebagai tindakan melawan hoax. Dari contoh diatas, mencari klarifikasi berita perlu dilakukan, karena mampu menjawab keraguan dalam mencari kebenaran berita atau informasi.

Dari penjelasan langkah-langkah mengidentifikasi berita atau informasi diatas, diharapkan masyarakat mampu melaksanakannya sebagai tindakan kehati-hatian terhadap berita atau informasi yang menyebar. Selanjutnya, masyarakat mampu memahami dan membedakan antara berita yang faktual atau hoax. Sehingga, penyebaran hoax dapat diminimalisir semaksimal mungkin. Dengan begitu, diharapkan hal tersebut mampu mengurangi dampak negatif hoax.

Hoax mengandung dampak negatif yang sangat luas. Hoax dapat mengikis nilai moral penerus bangsa. Hoax juga dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Semua yang terlibat dalam hoax dapat merasakan dampak negatif secara langsung maupun tidak langsung. Secara khusus, dampak negatif hoax dapat menyerang korban hoax, pembaca hoax, penyebar hoax maupun pembuat hoax.

Korban hoax adalah sesuatu yang menjadi bahan berita bohong, seperti manusia, produk makanan atau minuman, perusahaan, dan lain sebagainya. Dampak negatif yang terjadi pada korban hoax adalah kerugian secara moriil maupun materiil, seperti tercemarnya nama baik, mendapatkan fitnah dan kebencian serta menurunnya minat masyarakat terhadap korban hoax yang berupa produk makanan atau minuman. Selain korban hoax, dampak negatif hoax juga dapat dirasakan oleh pembaca. Pembaca dapat memilih antara mempercayai hoax atau mengabaikan hoax. Pembaca yang cerdas pasti lebih memilih untuk mengabaikannya. Sedangkan bagi pembaca yang mempercayai hoax, dapat mengakibatkan pembaca memiliki pemahaman yang salah serta membentuk prasangka buruk terhadap korban hoax.

Pembaca yang mempercayai hoax sangat mudah terhasut untuk menjadi penyebar hoax, karena menganggapnya berita yang benar. Penyebar hoax sangat mudah menyebarkan hoax kepada orang lain melalui media sosial dan pesan elektronik. Penyebar hoax telah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Selain dapat merugikan orang lain, penyebar hoax dapat merugikan dirinya sendiri dan dapat dihukum pidana maupun denda. Dalam situs resmi Komisi Kepolisian Nasional yaitu kompolnas.go.id, pelaku penyebar hoax bisa terancam Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Undang-Undang ITE. Di dalam pasal itu disebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya bisa terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar”. Selain penyebar hoax, pembuat hoax juga dapat diancam dengan Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang ITE diatas.

Sama halnya dengan hukum negara, agama apapun sepakat bahwa membuat dan menyebarkan hoax adalah perbuatan tercela yang mengakibatkan dosa. Sedangkan didalam agama Islam, pembuat dan penyebar hoax dapat dihukumi sebagai pembohong bahkan pemfitnah. Dalam Al Qur’an surat An Nuur ayat 11 sampai 16, Allah subhanahu wa ta'ala mengancam penyebar berita bohong dengan azab. Setiap orang yang membawa berita bohong akan mendapatkan balasan dari dosa yang dikerjakannya itu. Barang siapa yang mengambil bagian terbesar dalam menyebarkan berita bohong, maka akan mendapatkan azab yang besar pula. Dan perlu diketahui, azab yang paling besar adalah disiksa di dalam neraka. Untuk itu, jangan pernah membuat dan menyebarkan hoax.

Pada dasarnya, setiap masalah yang datang pasti ada solusi untuk menyelesaikannya. Untuk masalah maraknya hoax, solusi pertama dapat dilakukan pada masing-masing pribadi, yaitu mencari pemahaman tentang hoax sehingga mampu mencegah untuk tidak membuat dan menyebarkan hoax. Selain itu, usaha mencegah hoax juga dapat dilakukan oleh seluruh komponen bangsa. Sebagai contoh, Pemerintah dapat menghimbau masyarakat agar tidak membuat dan menyebarkan hoax. Polisi bisa memberi penyuluhan tentang hukuman bagi pembuat dan penyebar hoax. Para pemuka agama dapat memberikan siraman rohani mengenai bahaya membuat dan menyebarkan hoax. Pemilik media massa dapat menjadi pelopor anti hoax. Perusahaan negeri dan swasta dapat melakukan himbauan serta lomba dalam hal memerangi hoax. Para pendidik dapat berperan langsung mengajak anak didiknya untuk berperilaku jujur dan tidak melakukan kebohongan melalui berbagai kegiatan, seperti kegiatan pembelajaran, bimbingan maupun penyuluhan. Dan masyarakat lainnya bisa ikut serta memerangi hoax dengan cara yang baik dan kreatif sesuai kemampuannya. Jika semua komponen bangsa kompak mencegah dan memerangi hoax, maka bangsa ini dapat menjadi bangsa yang “gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo”, yaitu bangsa yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah serta keadaan yang tenteram. Dengan tidak adanya hoax, bangsa ini bisa menjadi bangsa yang tenteram. Walaupun tidak bisa dibantahkan lagi, masih banyak masalah yang mengurung bangsa ini. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa harus bersatu untuk menyelesaikannya.
banner
Previous Post
Next Post

0 komentar:

Advertising